Selasa, 12 April 2011

PUISIKU

Pancaran cahaya mentari,

menjadi sebuah hari,

yang berwarna warni,

terasa dalam hati ini.

Warna putih,

membuatku pulih.

Warna biru,

membuatku terharu.

Warna cokelat,

membuatku teringat.

Warna emas,

membuatku cemas.

Begitu banyak warna,

tergantung suasana,

memilih yang mana,

itu kehendak anda.

PUISIKU

Dingin udara sekarang,

terasa menusuk tulang,

rasa yang ingin terulang,

walau banyak penghalang,

pulang meninggal kenangan,

yang tak dapat terlukiskan,

yang tak dapat terlupakan,

dan yang sangat kuinginkan.

PUISIKU

Malam yang sepi,

seakan waktu tak menentu,

sebentar cepat, sebentar lambat,

hal yang indah begitu cepat,

hal yang susah begitu lambat,

yang indah begitu sulit,

yang susah begitu terpelilit.

Lambat atau cepat adalah pilihan,

tergantung kita yang menentukan.

PUISIKU

Ku lihat bintang yang gemerlapan,

memancar terang dalam kegelapan.

Kini telah datang malam,

yang terasa kelam.

Sunyi, sepi tak bertepi.

Dinginnya malam hari,

membuat ku menyadari,

arti pentingnya hidup ini.

Keindahan dan kerinduan,

terkombinasi menjadi puisi,

yang terlukis dalam hati.

PUISI

Ketika ku berjalan menatap mentari,

Ku lihat bara api yang panas,

Mengepulkan asap dendam.

Ku bertanya dalam kalbu,

Mengapa ini terjadi,

Ku pun tak mengerti.

Ku melangkahkan kaki setahap demi setahap,

Berharap tidak terjadi hal yang buruk.

Ketika ku dekati bara itu,

Mencoba bertanya,apa yang telah terjadi.

Bara pun menyalahkan penguasa dengan pedas.

Akhirnya ku mengerti,

Ini salah penguasa,

Yang mengumbar janji palsu,

Yang menyengsarakan rakyat, bangsa, dan Negara.